Selasa, 11 Desember 2012

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme, Konstruktivisme, dan Kritis


Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme, 
Konstruktivisme, dan Kritis
Oleh : Lisda Ariani Simabur

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme

Paradigma Positivisme mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikastor/encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap/ prilaku) penerima pesan (komunikasn/decoder) yang pasif.
1.      Agenda Setting Theory ( Teori Penentuan Agenda )

McCombs, M.E. & Shaw, D. (1972).  Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.  Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
(1)   Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
(2)   Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi khalayak. Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka khalayak akan menerima begitu saja. Jadi apa yang dianggap media itu penting, maka penting juga bagi khalayak.
Contoh :
            Media massa khususnya televisi dalam memberitakan isu tentang pemilihan calon gubernur dan wakil gurbernur DKI Jakarta. Dimana media massa merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Sehingga publik bisa terhipnotis dari apa yang diberitakan media massa, sehingga berpengaruh terhadap pilihan masyarakat dalam memilih.


2.      Cultivation Theory (Teori Kultivasi)
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini  dikemukakan oleh George Gerbner (1960). Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam  kehidupan sehari-hari”.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah telivisi mempengaruhi publik dalam rangka menerjemahkan fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya. Kultivasi itu sendiri memiliki makna penguatan, pengembangan, perkembangan, penanaman atau pererataan, dalam artian bagaimana terpaan media (khususnya TV).
Contoh :
 Pemberitaan tentang tawuran antar pelajar sehingga terjadinya pembunuhan. Pemberitaan tersebut telah membuat resahan orang tua yang takut menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah umum. Maka dari itu orang tua lebih memilih memasukan anaknya di sekolah agama atau pasantren agar anak-anak mereka tidak melakukan tawuran seperti halnya yang mereka tonton di TV.

 

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme
Konstrutivisme menolak pandangan positivisme yang memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkandari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.
1.     Teori Interaksi Simbolik /Symbolic Interaction
George Herbert Mead (1969). Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang , benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang dia terima berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepadanya. Terkadang seseorang akan menciptakan makna dari suatu benda atau lambang, simbol melalui proses komunikasi baik pesan verbal (seperti kata-kata, suara, bunyi, dll) maupun nonverbal (seperti body language, gerak fisik, baju status sosial, dll).
Contoh :
Misalnya seorang dosen wanita yang telah bergelar Profesor dalam bidang pendidikan. Beliau akan bertindak sebagaimana apa yang melekat pada dirinya. Mulai dari cara berpakaian sampai pada cara berkomunikasi pasti sangat dijaga karena atribut yang dimilikinya saat berada pada wilayah akademisi atau lingkungan kampus. Akan tetapi jika Beliau berada pada lingkungan keluarga maka beliau akan bertindak sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak lagi sebagai profesor dalam bidang akademisi.



2.     Uses And Gratifications Theory (Teori Kepuasan dan Kegunaan)
Teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumler, Gurevitch dan Katz  (1974) ini menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam media yang digunakannya.
Asumsi dasar
Asumsi teori uses and gratifications adalah khalayak sudah aktif dan tidak lagi sebagai penerima pasif atas apa yang diberikan oleh media massa. Di mana khalayak sudah aktif  memilih apa yang dibutuhkannya dalam program-program siaran yang menurutnya terbaik dan khalayak secara bebas menyeleksi media. Karena media massa bukanlah satu-satunya sumber untuk pemuas kebutuhan informasi.
Contoh :
Pemberitaan infotaiment yang marak-maraknya menjadi program unggulan media televisi. Khalayak kini bisa memilih apa yang dibutuhkannya dan apa yang tidak butuhkan. Jika seseorang merasa apa yang disajikan media massa dalam sebuah program itu tidak menguntungkan baginya, maka dia tidak akan mengkonsumsinya atau menerima.










Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Kritis
Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reprosuksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak berpusat pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme.
Tradisi kritis memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu teori-teori yang barada dalam tradisi kritis amatlah beraga. Berikut ini akan dibahas :
  1. Marxisme, ajarana Marx yang asli, sebagai dasar yang mengilhami tradisi kritis
  2. Teori Kritis Frankfurt School, yang mengabil dasar ajaran Marx, tetapi kemudian mengembangkannya dengan berbagai cara yang kreatif
  3. Postmodernisme, sebagai aliran besar, beserta cabang-cabangnya, yaitu : Kajian Budaya, Poststrukturalisme, Postkolonialisme.
  4. Feminisme, yang secara spesisfik mempelajari ”penjeniskelaminan” yang ada dalam berbagai kehidupan sosial.

1.     Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori  yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme, berasal dari pemikiran Karl Marx,  seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatnya. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Teori Marx tidak bicara ekonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”. Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini beranggapan bahwa kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Dimana para pemegang kekuasaan selalu memperdaya buruh dalam bekerja. Para buruh selalu ditindas akan kekuasaan kapitalis, dari ketertindasan itu akhirnya para buruh menyadari semuanya dan memiliki kesadaran untuk melawan kaum kapitalis.
Contoh :
Sekelompok buruh yang melakukan aksi demo besar-besaran disebuah perusahaan dikarenakan gaji atau upah mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan atau kerjakan.  Mereka merasa gaji mereka yang didapatkan sangat kecil dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka dalam sehari-hari.

2.     Teori Kritis (Frankfurt School)
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max Horkheimer, Theodor Adorno dan Hebert Macuse.
Maksud teori  itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. (Sindhunata, 1983). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi ”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi  terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.
Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat terkenal di kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak dapat bersifat total, tetapi masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.
            Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah ”tempat ide kebebasan” dijelaskan Suseno sebagai berikut : ”Habermas memperlihatkan bahwa komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan, Kita  dapat saja dipaksa atau didesak untuk mengatakan  ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat dipaksakan. Begitu pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran, untuk menyetujui suatu pendapat dalam hati, atau untuk mencinta seseorang. Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam pengalaman kebebasan”. (Sindhunata, 1983).
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini yaitu membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. Ketika sekelompok atau kaum-kaum yang tertindas itu menyadari ketertindasannya dan memberontak. Maka Jurgen Habermas muncul sebagai akademisi komunikasi. Dia berpendapat kalau ketertindasan yang dialami oleh sekelompok orang itu sifatnya tidak total dan dapat diubah. tetapi masih ada tempat di mana mereka dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi. Komunikasi dipandang sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan segala tindakan diluar aksi kekerasan. Kerena komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan.
Contoh :
Dalam aksi protes terhadap pimpinan yang dilakukan oleh bawahan karena merasa akan ketidak nyamanan dalam berkeja (entah karena gaji yang minim atau kecil, atau peraturan-peraturan bekerja yang berlebihan), maka timbullah sikap untuk protes. Akan tetapi jalan keluar yang dipilih dalam aksi tersebut ialah dengan komunikasi. Komunikasi dianggap sebagai alat mediasi atau jalan keluar ketika mereka tidak lagi bisa menerima ketidak nyamanan dalam bekerja dan menyadari ketertindasan yang mereka alami.





Referensi :
Ardianto & Bambang, 2007, FIlsafat Ilmu Komunikasi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
B. Aubrey Fisher (penyunting; Jalaluddin Rakhmat), 1986, Teori-Teori Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
EM GRIFFIN, 2003, A First Lookat Co,,unication Theory, Wheaton College.
Littlejohn, Foss, 2009, Theories Of Human Communication, Wadsworth, Belmont.










Teori Komunikasi berdasarkan Akar Psikologi, Sosiologi, Dan Antropologi


Teori Komunikasi berdasarkan akar psikologi :

1. Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan.
Analisis Teori :
Dalam teori ini dapat dianalisa kalau seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Perubahan perilaku itu terjadi karena adanya stimulu dan respon. Dimana stimulus merupakan apa yang diberikan seorang kepada orang lain, dan respon merupakan reaksi atau tanggapan terhadap stimulus yang diberika.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon sangat penting dalam terbentuknya perilaku. Misalnya ketika seorang Ibu mengajarkan kepada anaknya yang masih balita tentang cara berpakaian yang benar. Stimulus yang tiap hari diberikan oleh ibu kepada anaknya secara terus menurus, maka akan membuat anak tersebut mengalami perubahan perilaku dan akhirnya bisa mengehtahui bagaimana cara berpakaian yang benar. Atau misalnya seorang remaja laki-laki berada pada lingkungan yang perokok maka dia pun akan terpengaruh untuk merokok.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat (misalnya pada ibu dan anak). Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat (seorang remaja laki-laki).

2. Teori Kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemataskema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Analisis Teori :
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran. Misalnya seorang guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
 

Teori Komunikasi berdasarkan Akar Sosiologi :

1.    Social Categories Theory (Teori Katagori Sosial)

Teori Social Category (Melfin L. DeFleur) yaitu Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu/sama akan cenderung memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu. Penggolongan sosial ini berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, ekonomi, agama dsb. Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya spesial atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu.
Teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang berhubungan dengan kemajemukan masyarakat modern, di mana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu. Persamaan dalam orientasi serta sikap akan berpengaruh pula terhadap tanggapan mereka dalam menerima pesan komunikasi. masyarakat yang memiliki orientasi sama, lebih kurang akan memilih isi komunikasi yang sama dan akan menanggapi isi komunikasi tersebut dengan cara yang sama.
Analisis Teori :
Analisis teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas dalam masyarakat kota industri yang kurang lebih memiliki prilaku sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut di dasarkan pada usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota) ataupun agama. Misalnya dalam hubungan dengan komunikasi massa dapat di gambarkan bahwa majalah mode jarang di beli oleh pria, sedangkan majalah olahraga jarang dibaca oleh wanita. variabel-variabel seperti jenis kelamin, umur, pendidikan tampaknya turut menentukan slektivitas seseorang terhadap media yang ada. Contoh berikutnya misalnya majalah Bobo diperuntukan untuk anak-anak, majalah Bola (Soccer) diperuntukan bagi mereka yang senang olahraga. Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu yang memang diperuntukan bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai dengan waktu dan segmen khalayaknya.

2.    Teori Interaksi-Simbolis

Suatu premis fundamental dalam sosiologi adalah bahwa segala makhluk merupakan makhluk sosial, sedangkan dasar kehidupan bersama dari manusia adalah komunikasi, terutama lambang-lambang, sebagai kunci untuk memahami kehidupan sosial manusia.
George Herbert Mead mangatakan ”Manusia mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan perantaraan lambang-lambang tertentu yang dipunyai bersama”. Mead menyatakan bahwa lambang-lambang, terutama bahasa tidak hanya merupakan sarana untuk mengadakan komunikasi antar pribadi, tetapi juga untuk berpikir.
Manusia mungkin saja berbicara dengan dirinya sendiri dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya sendiri. Dengan cara demikian seseorang menyesuaikan perilakunya dengan perilaku pihak lain.
Tokoh-tokoh teori Interaksi-Simbolis adalah Manford H. Kuhn, Herbert Blumer, Ralph H. Turner, Howard S. Becker, dan Norman K. Denzin.
Analisis Teori :
Segala makhluk hidup baik itu manusia, hewan, dan tumbuhan, adalah makhluk sosial. Yang membedakan adalah komunikasi. Manusia berkomunikasi dengan simbol-simbol tertentu, baik itu huruf, musik, gambar, ataupun bahasa.
Dalam interaksi manusia sering menggunakan bahasa verbal maupun non verbal. Dimana manusia di tuntut untuk bisa saling memahami dalam berinterkasi. Misalnya ketika seseorang mengatakan “Iya” biasanya selalu dibarengi dengan gerakan non verbal “menggerakan kepala keatas dan kebawah”.  Atau misalnya dalam kehidupan kita selalu tidak lepas dari lambang-lambang yang ada disekitar kita. Lambang-lambang biasanya menjelasakan identitas seseorang. Misalnya lambang Garuda Pancasila yang merupakan indentitas atau simbol dari Negara Indonesia. 


Teori Komunikasi berdasarkan Akar Antropologi :

1.    Culture Theory (Teori budaya)
Gatewood menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusian itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya, maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi. Berdasarkan pendapat Gatewood itu kita akan berhadapan dengan pernyataan klasik tentang hubungan antara komunikasi dengan kebudayaa, apakah komunikasi dalam kebudayaan atau kebudayaan ada dalam komunikasi? ada satu jawaban netral yang disampaikan oleh Smith (1976) bahwa; “komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan”. Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan dan komunikasi, sekurangnya-kurangnya ada dua jawaban: pertama, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi, dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan dan kebuadayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi (Alo Leliweri, 2004, 21).

Analisis Teori

Pada teori budaya menjelaskan komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan, karena dalam budaya terdapat simbol-simbol yang dan makna, dari simbol dan makna itu memiliki arti sehingga bisa dapat diartikan sebagai sebuah komunikasi.
Budaya itu tercipta kerana adanya satu persepsi atau tujuan yang telah disepakati oleh sekelompok orang. Dari budaya tersebut orang bisa memperlihatkan identitas dirinya dengan cara berpakaian, bahasa, atau kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan.
Misalnya budaya orang jepang saat bertemu dengan orang lain mereka selalu membukuk atau memberi hormat, sedangkan budaya orang Indonesia ketika seorang anak hendak berpergian atau pulang sekolah selalu salam atau mencium tangan kedua orangtuanya atau orang yang dituakan.

2.     Cultural Imperialism Theory (Teori Imperialisme Budaya)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut.

Analisis Teori

Teori ini yang dijelaskan tentang masalah imperialisme budaya yang di sampaikan melalui media massa, dari Negara maju yang diadopsi oleh Negara-negara berkembang yang menyebabkan hilangnya budaya asli Negara tersebut. Satu hal yang mendasari teori ini adalah bahwa manusia tidak punya kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir, apa yang mereka rasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya mereka mereaksi terhadap apa saja yang mereka lihat di televise. Media bisa mengimperialisme budaya Negara maju ke Negara-negara berkembang karena sangat mengesankan sehingga mereka ingin menirunya.
Sebagai contoh; pada umumnya remaja masa kini di Indonesia telah mengadopsi budaya barat yakni kebiasaan memakan makanan siap saji, gaya hidup hidonis, dll.