Selasa, 11 Desember 2012

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme, Konstruktivisme, dan Kritis


Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme, 
Konstruktivisme, dan Kritis
Oleh : Lisda Ariani Simabur

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme

Paradigma Positivisme mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikastor/encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap/ prilaku) penerima pesan (komunikasn/decoder) yang pasif.
1.      Agenda Setting Theory ( Teori Penentuan Agenda )

McCombs, M.E. & Shaw, D. (1972).  Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.  Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
(1)   Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
(2)   Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi khalayak. Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka khalayak akan menerima begitu saja. Jadi apa yang dianggap media itu penting, maka penting juga bagi khalayak.
Contoh :
            Media massa khususnya televisi dalam memberitakan isu tentang pemilihan calon gubernur dan wakil gurbernur DKI Jakarta. Dimana media massa merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Sehingga publik bisa terhipnotis dari apa yang diberitakan media massa, sehingga berpengaruh terhadap pilihan masyarakat dalam memilih.


2.      Cultivation Theory (Teori Kultivasi)
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini  dikemukakan oleh George Gerbner (1960). Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam  kehidupan sehari-hari”.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah telivisi mempengaruhi publik dalam rangka menerjemahkan fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya. Kultivasi itu sendiri memiliki makna penguatan, pengembangan, perkembangan, penanaman atau pererataan, dalam artian bagaimana terpaan media (khususnya TV).
Contoh :
 Pemberitaan tentang tawuran antar pelajar sehingga terjadinya pembunuhan. Pemberitaan tersebut telah membuat resahan orang tua yang takut menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah umum. Maka dari itu orang tua lebih memilih memasukan anaknya di sekolah agama atau pasantren agar anak-anak mereka tidak melakukan tawuran seperti halnya yang mereka tonton di TV.

 

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme
Konstrutivisme menolak pandangan positivisme yang memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkandari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.
1.     Teori Interaksi Simbolik /Symbolic Interaction
George Herbert Mead (1969). Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang , benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang dia terima berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepadanya. Terkadang seseorang akan menciptakan makna dari suatu benda atau lambang, simbol melalui proses komunikasi baik pesan verbal (seperti kata-kata, suara, bunyi, dll) maupun nonverbal (seperti body language, gerak fisik, baju status sosial, dll).
Contoh :
Misalnya seorang dosen wanita yang telah bergelar Profesor dalam bidang pendidikan. Beliau akan bertindak sebagaimana apa yang melekat pada dirinya. Mulai dari cara berpakaian sampai pada cara berkomunikasi pasti sangat dijaga karena atribut yang dimilikinya saat berada pada wilayah akademisi atau lingkungan kampus. Akan tetapi jika Beliau berada pada lingkungan keluarga maka beliau akan bertindak sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak lagi sebagai profesor dalam bidang akademisi.



2.     Uses And Gratifications Theory (Teori Kepuasan dan Kegunaan)
Teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumler, Gurevitch dan Katz  (1974) ini menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam media yang digunakannya.
Asumsi dasar
Asumsi teori uses and gratifications adalah khalayak sudah aktif dan tidak lagi sebagai penerima pasif atas apa yang diberikan oleh media massa. Di mana khalayak sudah aktif  memilih apa yang dibutuhkannya dalam program-program siaran yang menurutnya terbaik dan khalayak secara bebas menyeleksi media. Karena media massa bukanlah satu-satunya sumber untuk pemuas kebutuhan informasi.
Contoh :
Pemberitaan infotaiment yang marak-maraknya menjadi program unggulan media televisi. Khalayak kini bisa memilih apa yang dibutuhkannya dan apa yang tidak butuhkan. Jika seseorang merasa apa yang disajikan media massa dalam sebuah program itu tidak menguntungkan baginya, maka dia tidak akan mengkonsumsinya atau menerima.










Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Kritis
Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reprosuksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak berpusat pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme.
Tradisi kritis memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu teori-teori yang barada dalam tradisi kritis amatlah beraga. Berikut ini akan dibahas :
  1. Marxisme, ajarana Marx yang asli, sebagai dasar yang mengilhami tradisi kritis
  2. Teori Kritis Frankfurt School, yang mengabil dasar ajaran Marx, tetapi kemudian mengembangkannya dengan berbagai cara yang kreatif
  3. Postmodernisme, sebagai aliran besar, beserta cabang-cabangnya, yaitu : Kajian Budaya, Poststrukturalisme, Postkolonialisme.
  4. Feminisme, yang secara spesisfik mempelajari ”penjeniskelaminan” yang ada dalam berbagai kehidupan sosial.

1.     Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori  yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme, berasal dari pemikiran Karl Marx,  seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatnya. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Teori Marx tidak bicara ekonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”. Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini beranggapan bahwa kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Dimana para pemegang kekuasaan selalu memperdaya buruh dalam bekerja. Para buruh selalu ditindas akan kekuasaan kapitalis, dari ketertindasan itu akhirnya para buruh menyadari semuanya dan memiliki kesadaran untuk melawan kaum kapitalis.
Contoh :
Sekelompok buruh yang melakukan aksi demo besar-besaran disebuah perusahaan dikarenakan gaji atau upah mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan atau kerjakan.  Mereka merasa gaji mereka yang didapatkan sangat kecil dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka dalam sehari-hari.

2.     Teori Kritis (Frankfurt School)
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max Horkheimer, Theodor Adorno dan Hebert Macuse.
Maksud teori  itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. (Sindhunata, 1983). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi ”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi  terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.
Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat terkenal di kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak dapat bersifat total, tetapi masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.
            Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah ”tempat ide kebebasan” dijelaskan Suseno sebagai berikut : ”Habermas memperlihatkan bahwa komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan, Kita  dapat saja dipaksa atau didesak untuk mengatakan  ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat dipaksakan. Begitu pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran, untuk menyetujui suatu pendapat dalam hati, atau untuk mencinta seseorang. Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam pengalaman kebebasan”. (Sindhunata, 1983).
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini yaitu membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. Ketika sekelompok atau kaum-kaum yang tertindas itu menyadari ketertindasannya dan memberontak. Maka Jurgen Habermas muncul sebagai akademisi komunikasi. Dia berpendapat kalau ketertindasan yang dialami oleh sekelompok orang itu sifatnya tidak total dan dapat diubah. tetapi masih ada tempat di mana mereka dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi. Komunikasi dipandang sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan segala tindakan diluar aksi kekerasan. Kerena komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan.
Contoh :
Dalam aksi protes terhadap pimpinan yang dilakukan oleh bawahan karena merasa akan ketidak nyamanan dalam berkeja (entah karena gaji yang minim atau kecil, atau peraturan-peraturan bekerja yang berlebihan), maka timbullah sikap untuk protes. Akan tetapi jalan keluar yang dipilih dalam aksi tersebut ialah dengan komunikasi. Komunikasi dianggap sebagai alat mediasi atau jalan keluar ketika mereka tidak lagi bisa menerima ketidak nyamanan dalam bekerja dan menyadari ketertindasan yang mereka alami.





Referensi :
Ardianto & Bambang, 2007, FIlsafat Ilmu Komunikasi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
B. Aubrey Fisher (penyunting; Jalaluddin Rakhmat), 1986, Teori-Teori Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
EM GRIFFIN, 2003, A First Lookat Co,,unication Theory, Wheaton College.
Littlejohn, Foss, 2009, Theories Of Human Communication, Wadsworth, Belmont.










8 komentar:

Unknown mengatakan...

blog nya mba lisda sangat membantu saya untuk mengetahui paradigma2 dalam komunikasi..

Negeri Nurmala mengatakan...

Thanks Mbak untuk tulisannya.. Enak dan mudah dipahami tulisannya..

Lisda Ariani Simabur mengatakan...

@lulu fadlina : alhamdulillah,,, mari berlajar dan saling berbagi

@negeri Nurmala : terimakasih,, semoga bermanfaat,,

Unknown mengatakan...

terimakasih mbk atas informasinya :D

Satria Santi mengatakan...

Terima kasih mbak atas informasinya, ini sangat membantu saya mengerjakan tugas Paradigma Teori komunikasi.

Lisda Ariani Simabur mengatakan...

Sama-sama
Insyallah selalu bermanfaat

Lisda Ariani Simabur mengatakan...

Sama-sama mba santi
Insyallah bermanfaat

Burger Enak mengatakan...

mengapa teori agenda setting berparadigma positivis? padahal akar dari teori agenda setting yaitu teori konstruksi realitas sosial media massa berparadigma konstruktivis?

terima kasih